Oleh:
A.C. Sungkono Hadi *)
Pengembangan perpustakaan itu
wajib hukumnya. Pengembangan itu harus dilakukan secara terus menerus dan
berkelanjutan. Namun pendanaan untuk pengembangan perpustakaan itu langka
kenyataannya. Oleh karena itu, pendekatannya adalah sistem bergilir berdasarkan
kinerja pendekatannya. Maka program
hibah kompetisi itu caranya. Dengan adanya kompetisi, maka diperlukan program
hibah kompetisi dengan cara proposal dan
penilaian proposal, dan Tim Penilai
proposal yang selain menilai dokumen proposal, mungkin juga perlu melakukan penilaian lapangan (site evalution). Penilaian lapangan ini
dimaksudkan untuk mencocokkan apa yang tertulis dalam dokumen proposal dengan
apa yang senyatanya ada di lapangan, dengan maksud untuk mendapatkan kepastian
bahwa perpustakaan yang akan diberi dana hibah adalah perpustakaan yang
memiliki potensi untuk berkembang dan mampu memanfaatkan dana tersebut
sebaik-baiknya.
Jadi pustakawan harus memiliki
kemampuan untuk melakukan evaluasi diri atas kondisi dan kemampuan
perpustakaannya. Selain itu, juga harus memiliki kemampuan untuk menyusun
program pengembangan yang berbasis kompetisi. Sementara itu pada tingkat instansi
penyandang dana yang dikompetisikan juga harus tersedia pustakawan (Madya dan Utama)
yang memiliki kemampuan untuk menilai dan menyeleksi proposal secara transparan.
Tulisan singkat ini dimaksudkan
sebagai lontaran gagasan awal yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh para
pengambil kebijakan dalam pengembangan perpustakaan di negeri tercinta ini.
Jika diperlukan penjelasan atau uraian yang lebih teknis dan lengkap maka
penjelasan itu akan dituangkan dalam artikel atau makalah berikutnya.
Program Hibah (grants) bagi
Pengembangan Perpustakaan
Jika dilakukan penelusuran atas
dokumen atau kepustakaan tentang program hibah (grants) bagi pengembangan perpustakaan, maka akan diketemukan
cukup banyak cantuman dalam internet. Salah satunya adalah Negara Bagian
Missouri (Missouri
State Government) yang
menawarkan berbagai kesempatan kepada perpustakaan-perpustakaan di negara ini untuk meningkatkan layanannya
melalui penggunaan anggaran federal bagi Library
Services and Technology Act (LSTA) funds.
Hibah anggaran ini didasarkan pada prioritas dalam Missouri Five
Year State
Plan 2003-2008 atau Rencana Lima Tahun Negara Bagian Missouri 2003-2008¹. Hibah
ini terbuka untuk perpustakaan umum,
perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus, dan perpustakaan
sekolah, di Missouri, sekalipun tidak semua jenis hibah tersedia bagi setiap
jenis perpustakaan. Untuk itu, pengelola
perpustakaan harus mengajukan proposal pengembangannya kepada Secretary
of State, melalui LSTA Grant Office.
_____________________
*) Pustakawan
Madya Universitas Cendrawasih, Jayapura
Program hibah atau Grant Program ini dapat diakses secara
terbuka oleh para pengelola perpustakaan melalui situs http//www.sos.mo
gov/library/development/grants.asp. Dengan kata lain, hibah benar-benar tersedia untuk diperebutkan
secara bebas.
LSTA Grant Program juga
disediakan oleh State Library of North Carolina. Pada seksi Ovieviews
dalam situsnya, didaftarkan program-program hibah yang akan disediakan untuk
tahun 2007-2008 dan dijelaskan secara singkat jenis-jenis perpustakaan apa saja
yang boleh mengikuti setiap program, serta jadwal kegiatan 2007-2008 yang
terkait dengan proses penyusunan dan pengajuan proposal. Formulir pengajuan dan
petunjuk penulisan proposal juga
disediakan di situs, pada seksi Applications and Guidelines (http://statelibrary.dcr.state.nc.us/Ista/2007-2008Grants.htm#Guidelines).
Dengan begitu program ini benar-benar terbuka untuk di kompetisikan secara
bebas oleh para pengelola perpustakaan yang boleh mengikuti progam (eligible)².
Petunjuk penggunaan dana hibah
pada State Library of North Carolina tersebut tersedia dalam situs dengan
alamat http://statelibrary.dcr.state.nc.us/gates/gates.htm.
Dijelaskan, bahwa sesuai dengan foundation
guidelines, 75% dari total dana hibah boleh digunakan dalam dua cara,
yakni: (1) pembelian/pengadaan komputer untuk akses internet bagi umum, dan (2)
pembelian khusus yang diperlukan untuk meningkatkan kecepatan koneksi internet
pada lokasi khusus yang diijinkan. Sedangkan 25% sisanya boleh digunakan untuk
meningkatkan pengelolaan komputerisasi untuk akses publik, seperti peningkatan
kapasitas server, pengadaan antivirus, dan pembelian lisensi perangkat lunak untuk
komputerisasi bagi akses publik, dan lain-lain.
Dua contoh di atas memberi
gambaran bahwa pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi merupakan hal
yang biasa, bahkan di Negara-negara maju sekalipun. Di Negara tercinta ini
memang belum lumrah, kecuali untuk pengembangan perpustakaan perguruan tinggi
yang merupakan bagian dari pengembangan institusi induknya. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Depdiknas pernah membuka peluang bagi unit perpustakaan perguruan
tinggi untuk memperebutkan dana hibah melalui program Technical and Professional Supports Devolopment Program (TPSDP), Devolopment
for Undergraduate Education (DUE), DUE-Like,
dan SP4 Plus³. Untuk memenangkan
hibah tersebut, unit perpustakaan, yang dimasukkan dalam kelompok/kategori Institusional Support System (ISS) atau University Wide Programs atau Program Cakupan Perguruan Tinggi (PCPT),
harus menyusun proposal pengembangan yang didasarkan pada hasil evaluasi diri
atas kondisi dan kemajuan hingga saat disusunnya proposal tersebut. Melalui
program SP4 Plus, misalnya sebuah unit perpustakaan dapat memperoleh hibah dana
pengembangan maksimal sebesar Rp 250.000.000,- per tahun selama 2 tahun
anggaran. Pada tahun 2006 yang lalu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Depdiknas secara khusus juga meluncurkan Program Hibah Kompetisi Peningkatan
Mutu Pendidikan (PHK PMP) bagi perguruan tinggi swasta (PTS), untuk
pengembangan laboratorium dan perpustakaan.
Evaluasi Diri
Suatu institusi dalam menyusun
rencana pengembangan, harus melakukan evaluasi diri (self evaluation) untuk mengetahui kondisi perkembangan dan
kemajuan pada saat ini (state of the art
review). Dalam evaluasi diri ini beberapa pendekatan dapat dilakukan,
antara lain pendekatan analisis kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman (KKPA, atau SWOT: strength, weakness, opportunity, dan threat). Analisis ini penting, karena dana hibah yang relatif
terbatas itu harus benar-benar dapat dimanfaatkan dengan baik, dan hanya
perpustakaan yang memiliki kekuatan dan potensi untuk berkembanglah yang
seyogyanya memperoleh dana hibah tersebut.
Analisis KKPA juga dapat
dilaksanakan menurut aspek-aspek tertentu yang dianggap penting dalam menilai
penyelenggaraan perpustakaan. Sebagai contoh, dalam konteks pengembangan
berbasis kompetisi ini, menurut hemat penulis, dapat ditetapkan aspek-aspek
pengembangan yang dapat diakronimkan sebagai SO CURELY, dengan penjabaran sebagai berikut:
- Scientific Orientation, perpustakaan harus
berorientasi kepada pengembangan suasana keilmuan, yang tercermin dari komprehensivitas
bidang ilmu yang di koleksikannya, kemuktahiran, kerelevansian dan pemanfaatan
kemajuan pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan
informasi, baik dalam pengelolaan aset maupun dalam penyelenggaraan layanan.
- Comprehensiveness, perpustakaan selalu
mengupayakan agar koleksinya mencakup seluruh bidang ilmu secara proporsional;
selain itu, juga ada komitmen untuk menyediakan sumber-sumber informasi dalam
berbagai media, sehingga informasi benar-benar tersedia secara komprehensif.
- Uptodateness,
perpustakaan selalu mengupayakan agar koleksinya mutakhir, antara lain ditandai
dengan mudanya tahun penerbitan.
- Relevancy, perpustakaan selalu mengupayakan agar koleksinya sesuai
dengan kebutuhan pengguna, baik atas dasar kebijakan pengadaan yang
ditetapkan maupun berdasarkan studi identifikasi kebutuhan yang dilaksanakan
secara berkala.
- Efficiency and effectiveness,
perpustakaan selalu mengupayakan agar dalam pengelolaan dan penyelenggaraan
layanannya dilaksanakan secara efisien dan efektif, mendayagunakan seluruh
sumber daya yang ada secara cost-effective.
- Leadership, pengelolaan dan
penyelenggaraan layanan perpustakaan harus didasarkan pada sistem manajemen
yang jelas, dengan kepemimpinan yang kuat berdasarkan perencanaan yang strategis;
kepemimpinan di sini bukan hanya kepemimpinan individual yang disandang oleh
para pejabat struktural, namun juga kepemimpian kolektif yang dapat dilihat dari kekompakan, hubungan baik
antara pimpinan dan staf, kerjasama, dan kebulatan-tekad (commitment) seluruh karyawan dalam perpustakaan untuk meningkatkan
kualitas pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Dalam rumusan lain, aspek ini
mungkin dapat disebut sebagai budaya organisasi yang mengutamakan kekompakan
kerjasama, dan komunikasi yang baik dan produktif antar semua karyawan.
- Trendy, perpustakaan harus senantiasa
mengikuti tuntutan kemajuan iptek, mengikuti trend atau kecenderungan terbaru sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Tentu saja sangat dimungkinkan
untuk menetapkan aspek-aspek pengembangan lain yang dianggap paling dibutuhkan,
atau yang memiliki tingkat prioritas tinggi.
Proposal Pengembangan
Jika suatu perpustakaan dapat
melakukan evaluasi diri secara lengkap, kemudian hasil evaluasi diri-nya secara
jelas dapat menemukenali aspek-aspek kekuatan dan kelemahan internal, serta
aspek-aspek peluang dan tantangan eksternal, maka perpustakaan itu akan dapat
menemukenali masalah-masalah dan akar permasalahannya yang perlu ditangani.
Hasil ini menjadi dasar bagi perencanaan program pengembangan ke depan
berdasarkan skala prioritas dan urgensinya. Program pengembangan yang
direncanakan seyogyanya didasarkan pada cara pendekatan atau strategi menggunakan
kekuatan untuk mengatasi kelemahan (strategi SW), memanfaatkan peluang untuk
mengatasi kelemahan (strategi OW), menggunakan kekuatan untuk menghadapi
ancaman (strategi ST), dan memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman
(strategi OT). Kesemuanya itu dituangkan dalam sebuah proposal pengembangan
yang dikompetisikan.
Agar kesempatan mengajukan
proposal pengembangan ini terbuka secara adil kepada setiap perpustakaan dalam
kategori yang sama, maka seyogyanya dikembangkan suatu pedoman atau guideline untuk penyusunan proposal yang
diharapkan. Dalam guideline tersebut
selain dikemukakan sistematika proposal, juga perlu dijelaskan langkah-langkah
penyusunannya, termasuk langkah-langkah dalam melakukan evaluasi diri (termasuk
aspek-aspek penting yang harus dievaluasi), menyusun laporannya, serta
cara-cara menggunakan laporan hasil evaluasi diri tersebut dalam penyusunan
proposal pengembangan.
Selain itu, guideline juga harus menjelaskan bentuk-bentuk program/kegiatan
pengembangan yang dapat diusulkan (eligible),
berikut rincian dananya untuk setiap program. Program hibah pada Negara bagian Missouri di atas,
misalnya menyediakan berbagai bentuk program hibah yang disediakan. Salah satu
di antaranya adalah Career Development Grant.
Program hibah ini menyediakan bantuan finansial bagi staf perpustakaan dan
badan pengelola perpustakaan umum untuk mengikuti pendidikan lanjutan dan/atau
pelatihan, manakala anggaran lokal tidak mencukupi untuk membiayai seluruhnya.
Kegiatan yang diijinkan meliputi lokakarya baik tingkat regional, tingkat
Negara bagian, maupun tingkat nasional; konferensi, seminar atau program pengembangan
karier lainnya yang ditawarkan oleh asosiasi profesi, atau badan layanan umum
non-profit lainnya. Kegiatan lainnya yang bisa diikuti adalah kursus berbasis
web (Web-based instructional courses),
dan pelatihan teknis atau pelatihan khusus yang ditawarkan oleh penyedia
layanan non-profit.
Dalam kaitan dengan prinsip SO
CURELY di atas, maka bentuk program/kegiatan pengembangan yang dapat diusulkan,
antara lain:
1. Pengembangan koleksi, yang sekaligus mencakup peningkatan Scientific Orientation, Comprehensiveness,
Up-to-dateness, dan Relevancy; namun, jika anggaran rutin
untuk pengembangan koleksi sudah cukup besar, sebaiknya dana hibah ini digunakan
untuk pengembangan lainnya yang tidak bisa didanai dari anggaran rutin.
2.
Pengembangan sistem pengelolaan dan pelayanan, yang
mencakup aspek efficiency and
effectiveness serta aspek trendy;
dalam era pemanfaatan teknologi
informasi dewasa ini, pengembangan sistem jaringan merupakan tuntutan
pengembangan yang mendesak.
3.
Pengembangan ketenagaan, baik melalui pendidikan gelar
maupun pendidikan non-gelar yang
tentunya terkait dengan peningkatan kualitas Leadership kepemimpinan kolektif dalam penyelenggaraan perpustakaan.
Dalam setiap program pengembangan
tersebut dapat dicakup berbagai kegiatan atau sub-program yang terkait. Dalam
pengembangan koleksi misalnya, dapat diusulkan pengadaan jenis-jenis koleksi
tertentu, perawatan/perbaikan, dan pelestarian (alih media). Dalam pengembangan
sistem dapat diusulkan pengembangan layanan baru, pengadaan perangkat sistem otomasi,
atau pendidikan pengguna. Dan dalam pengembangan ketenagaan dapat diusulkan pengiriman tenaga
untuk mengikuti diklat, penyelenggaraan kursus/pelatihan internal, studi
banding, atau juga pengiriman tenaga untuk studi lanjut bidang perpustakaan.
Namun jika masa berlangsungnya program hibah ini memungkinkan untuk mendukung
pembiayaan program pendidikan gelar, maka seyogyanya dana hibah digunakan hanya
untuk program-program pendidikan non-gelar, termasuk penyelenggaraan lokakarya
dengan mendatangkan tenaga ahli dari institusi perpustakaan yang lebih maju.
Penyandang Dana
Jika semua pihak mematuhi
ketentuan tentang Perpustakaan Nasional RI, maka jelaslah bahwa penanggung jawab atas semua upaya
pengembangan perpustakaan di negeri ini adalah Perpustakaan Nasional RI
sebagai lembaga pemerintah non departemen (LPND). Apalagi jika nanti
Undang-Undang tentang Perpustakaan telah disahkan, maka Perpustakaan Nasional RI
sebagai LPND bidang perpustakaan jelas menjadi penanggung jawab atas semua
upaya pengembangan perpustakaan pada tataran nasional. Oleh karena itu,
penyandang dana untuk pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi ini semestinya
juga Perpustakaan Nasional RI.
Dalam bagian pendahuluan telah
disebutkan bahwa dana untuk pengembangan perpustakaan termasuk kategori langka,
bukan hanya terbatas. Maka pada tahap pertama Perpustakaan Nasional RI dapat
menetapkan pengembangan perpustakaan
berbasis hibah kompetisi ini hanya berlaku bagi perpustakaan umum saja. Bahkan,
jika ternyata ada beberapa tataran kondisi perkembangan dan kemajuan
perpustakaan umum di seluruh wilayah negeri ini, maka Perpustakaan Nasional RI
bisa menetapkan kompetisi ini hanya
terbuka bagi perpustakaan umum tipe atau kondisi tertentu, misalnya: yang
koleksinya kurang dari sekian ribu, atau yang terletak di luar jawa, atau
pembatasan yang lainnya. Dengan pembatasan demikian maka perpustakaan yang tidak
termasuk kategori yang ditetapkan tidak akan diperbolehkan mengikuti kompetisi.
Dengan penetapan semacam itu,
maka pihak penyandang dana telah dapat merencanakan kebutuhan anggaran
pengembangan yang akan di kompetisikan, misalnya untuk sekian perpustakaan
masing-masing sekian juta, untuk sekian tahun anggaran. Dengan demikian
diharapkan bahwa dana yang disediakan/dianggarkan bukan hanya dibagi rata (
karena mungkin pembagiannya menjadi relatif kecil) tanpa ada jaminan pasti
bahwa dana itu bermanfaat secara cost-effective
bagi pengembangan perpustakaan, melainkan diberikan kepada perpustakaan yang
memang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.
Program pengembangan perpustakaan
berbasis hibah kompetisi ini mungkin merupakan hal baru, kecuali bagi
perpustakaan perguruan tinggi. Oleh karena itu, jika program ini benar-benar
akan dilaksanakan, pihak penyandang dana juga perlu melakukan pelatihan dan
sosialisasi secukupnya. Hal itu penting, agar maksud dan tujuan program ini
benar-benar tercapai.
Jika Gayung Bersambut …
Sebagaimana dikemukakan dalam
judul di atas, lontaran ide pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi
ini masih bersifat gagasan awal. Gagasan ini, sejujurnya, dikembangkan
berdasarkan pengalaman penulis mengikuti dan menjadi reviewer atas program pengembangan perguruan tinggi berbasis
kompetisi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Depdiknas. Penulis melihat bahwa sistem hibah kompetisi tersebut sangat bagus, memotivasi
dan menantang institusi perguruan tinggi untuk berkompetisi secara sehat.
Budaya kompetisi yang sehat seperti itu memang perlu terus di kembangkan, agar
pendanaan yang relatif tidak cukup besar dapat digunakan secara cost effective oleh institusi yang
memang mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk memanfaatkannya.
Jika gagasan tersebut bersambut,
tentu saja diperlukan tindak lanjut yang mencakup berbagai tahapan
persiapan/perencanaan. Untuk itu pihak Perpustakaan Nasional RI, khususnya Biro
Perencanaan, perlu melakukan sejumlah kegiatan kaji-tindak, antara lain
penyusunan guideline, sosialisasi,
dan pengangkatan sejumlah reviewer
untuk menilai proposal yang akan masuk.
Semoga melalui pola pengembangan
berbasis hibah kompetisi ini tingkat kemajuan dan perkembangan perpustakaan di
negeri ini semakin tinggi dan merata. Dengan demikian misi utama perpustakaan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sungguh-sungguh dapat dilaksanakan dengan
relatif mudah dan cepat.
Daftar Sumber :
¹Diturunkan dari http://www.sos.mo.gov/library/Ista_03-08.pdf
²Diturunkan dari http://statelibrary.dcr.state.nc.us/gates.htm
³Diringkaskan dari informasi pada
http://dikti.org/phk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar